1. Pengertian Diksi
Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya,
kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan
satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia
tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan
suatu maksud, kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu
ketepatan kepada kita tentang pemakaian kat-kata. Dalam hal ini, makna kata
yang tepatlah yang diperlukan. Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan
dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di
samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat
penggunaan kata-kata itu.
Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk
menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan
gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Gaya bahasa sebagai bagian dari
diksi yang bertalian dengan ungkapan-unkapan individu atau karakteristik, atau
memiliki nilai artistik yang tinggi.
Sebelum
menentukan pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni:
masalah makna dan relasi makna :
•
Makna sebuah kata / sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri
sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok
yaitu :
1. Makna Leksikal : makna yang sesuai
dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera / makna yg
sungguh-sungguh nyata dlm kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya
adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati diterkam
kucing).
2. Makna Gramatikal : untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna
gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses
reduplikasi seperti kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku
yang bermakna “banyak buku”.
3. Makna Referensial dan Nonreferensial : Makna referensial &
nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari
kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar
bahasa yang diacu oleh kata itu. Kata bermakna referensial, kalau mempunyai
referen, sedangkan kata bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki referen.
Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi
(bermakna nonreferensial).
4. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif
adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah
leksem. Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih
kecil & ukuran badannya normal. Makna konotatif adalah: makna lain
yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa
orang / kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh: Kata kurus pada
contoh di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa
yang mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu memiliki
konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan
ramping.
5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna
konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks
atau asosiasi apapun. Contoh: Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis
binatang berkaki empat yg bisa dikendarai”. Makna asosiatif adalah makna yang
dimiliki sebuah leksem / kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan
suatu yang berada diluar bahasa . Contoh: Kata melati berasosiasi dg suatu yg
suci / kesucian. Kata merah berasosiasi berani / paham komunis.
6. Makna Kata dan Makna Istilah
Makna kata,
walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam
kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau
sudah digunakan dalam suatu kalimat. Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang
ditahan,tapi bisa juga hasil perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang
berada di sumur, di gelas, di bak mandi atau air hujan. Makna istilah
memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu
karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan
tertentu. Contoh: Kata tahanan di atas masih bersifat umum, istilah di bidang
hukum, kata tahanan itu sudah pasti orang yang ditahan sehubungan suatu
perkara.
7. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Yang dimaksud
dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata, frase, maupun
kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, baik
unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh: Kata
ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yg disebut
makna dasar, Kata rumah kayu bermakna, rumah yang terbuat dari kayu.
Makna pribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga
disebut dengan nama perumpamaan. Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama lazim
digunakan dalam peribahasa
8. Makna Kias dan Lugas
Makna kias
adalah kata, frase dan kalimat yang tidak merujuk pada arti sebenarnya. Contoh:
Putri malam bermakna bulan , Raja siang bermakna matahari.
Penyempitan dan Perluasan Makna Kata
Sebuah kata
dikatakan mengalami penyempitan makna apabila kata tersebut dalam jangka waktu
tertentu maknanya bergeser dari yang semula luas menjadi sempit. Seperti kata
“gadis” yang dahulunya bermakna anak perempuan yang sudah saatnya menikah,
sekarang menyempit menjadi perawan. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya
dinamika bahasa. Sedangkan kata dikatakan mengalami perluasan makna apabila
kata yang khusus digunakan menjadi lebih umum maknanya. Misalnya, kata bapak
yang berarti ayah sekarang mempunyai arti yang lebih luas yakni semua orang
laki-laki yang berkedudukan lebih tua usianya.
Penggunaan Kata
Ameliorasi dan Peyorasi
Ameliorasi
adalah perubahan makna yang menjadi lebih baik, yakni perubahan makna lama ke
makna yang baru yang dianggap lebih baik dan lebih tepat nilai rasanya.
Misalnya, istri lebih baik daripada bini Dan yang dimaksud dengan peyorasi
adalah proses perubahan makna kata menjadi lebih jelek atau lebih rendah
daripada makna semula. Misalnya, mampus dirasa lebih kasar daripada meninggal.
Kesesuaian
diksi
Kata-kata dalam
pembuatan kalimat hendaknya disunting sesuai dengan tingkatan orang yang
mendengarnya. Misalnya, jika berbicara dengan orang desa yang pendidikannya
rendah, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang kurang dimengerti oleh
mereka. Dibawah ini syarat-syarat kesesuaian diksi dalam situasi formal dan
umum:
• Menggunakan pemakaian kata/tutur percakapan
Kata tutur
adalah kata yang hanya dipakai dalam pergaulan sehari-hari, terutama dalam
percakapan, seperti bilang, bikin, makanya, nantinya, beli, baca, nggak, udah,
dan sebagainya. Kata-kata tersebut tidaklah formal, oleh karena itu tidak
selayaknya dipakai dalam situasi yang formal.
• Menghindari bahasa nonstandar dalam situasi formal
Setiap
kata-kata yang diucapkan tidak hanya menunjukkan sikap orang, tetapi juga
merefleksikan tingkah laku sosial dari orang-orang yang menggunakannya.
Sehingga jika seseorang memakai bahasa nonstandar digunakan dalam situasi yang
formal akan mengakibatkan ketidakformalan atau ketidakseriusan situasinya.
• Menghindari kata/istilah ilmiah dalam situasi umum
Kata/istilah
ilmiah hendaknya dipakai dalam situasi yang khusus. Seperti, saat berpidato
didepan masyarakat pedesaan yang berpendidikan dasar atau mengengah yang tidak
mengenyam pendidikan, kata atau istilah ilmiah tidak akan dapat dipahami oleh
mereka. Akibatnya, informasi yang disampaikan tidak akan sampai kepada
pendengar. Lebih baik menggunakan kata-kata yang populer dan mudah diterima
kepada masyarakat tersebut. Contoh kata-kata ilmiah dan populer antara lain:
Kata Populer
Kata Ilmiah
Anggun feminim
Perkasa maskulin
Rasa suka simpati
·
Menghindari jargon
Jargon adalah
sejumlah istilah yang menandai dialek profesi. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia istilah jargon diartikan sebagai kosakata khusus yang dipergunakan
dibidang kehidupan (lingkungan) tertentu. Slang adalah kata-kata lama yang
diberi makna baru. Contoh: cabut ‘pergi’, tancap ‘percepat atau perkencang’,
dan sebagainya.
• Menghindari bahasa artifisial
Bahasa
artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni atau sastra. Pemakaian bahasa
artifisial akan memudarkan pemahaman karena apa yang dimaksud dalam tulisan
tidak ditampakkan secara jelas. Bahasa artifisial dibentuk seorang manusia
secara sadar untuk mempermudah komunikasi dalam bentuk karya fiksi maupun
khayalan. Agar kata-kata yang digunakan mempunyai makna yang berbeda dari kata
yang sebenarnya.
Kesalahan dalam
pemilihan diksi
Kelenturan dan
kelihaian Tesaurus seringkali disalahgunakan secara berlebihan. Akibatnya,
justru bukan cita rasa bahasa yang tinggi yang diperoleh, melainkan justru
merusak keindahan bahasa baku. Untuk mengetahui apakah susunan kalimat maupun
paragraf dengan bantuan Tesaurus menyalahi kaidah bahasa baku atau tidak,
berikut kesalahan-kesalahan dalam memilih kata atau diksi.
1. Menggunakan
dua kata bersinonim dalam satu frase. Contoh : agar supaya, adalah merupakan,
bagi untuk, dan lain-lain.
2. Menggunakan kata tanya yang tidak
menanyakan sesuatu: dimana, yang mana, mengapa, dan lain-lain.
3. Menggunakan
kata berpasangan yang tidak sepadan: tidak hanya, tetapi seharusnyatidak hanya,
tetapi juga, bukan hanya. 4. Menggunakan kata berpasangan secara idiometik yang
tidak bersesuaian: sesuai bagi, seharusnya sesuai dengan, dan lain-lain
5. Diksi atau
kalimat kurang baik atau kurang santun. Beberapa kriteria yang masuk dalam
kategori ini adalah:
• Menonjolkan akunya dalam suasana
formal
• Pilihan kata yang mengekspresikan
data secara subjektif
• Menggunakan kata yang tidak jelas
maknanya
• Diksi tidak sesuai dengan situasi
yang dihadapi
SUMBER :
http://eni-astuti.blogspot.com/2012/06/diksi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar